Pages

January 26, 2013

Best Movies of 2012


Cukup terlambat memang, disaat tahun 2013 sudah berlalu lebih dari tiga minggu, disaat blog-blog lain sudah merilis daftar film terbaiknya sedangkan saya baru merilisnya sekarang, ya lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali ‘kan. Tahun 2012 kemarin menang banyak film-film yang berkualitas. Jadi kurang afdol rasanya jika saya tidak membuat list ini. Ada beberapa pertimbangan kenapa saya baru merilisnya sekarang, karena masih ada beberapa film yang belum saya tonton berpotensi untuk masuk ke daftar ini. Bahkan sebenarnya sampai saya menulis ini pun masih ada yang belum saya tonton, dan jika layak masuk list ini maka postingan ini akan saya update. Selain itu saya juga mencari momen yang pas untuk posting ini, yaitu hari ini adalah hari ulang tahun saya. Yah, tahun 2012 memang tahun saya sedang gila-gilanya menonton film, meski tidak semua saya review. Oke cukup dengan bacotannya, ini dia film favorit saya tahun 2012 lalu menurut pikiran subjektif saya. Dan perlu diketahui daftar film dibawah ini dapat berubah sewaktu-sewaktu.

January 22, 2013

Nameless Gangster (2012)


Menang di berbagai ajang penghargaan macam Blue Dragon Awards, Buil Film Awards, Baeksang Arts Awards, dan ajang lainnya serta berhasil menjadi the third highest domestic grossing movie in Korean film history dengan admissions 4,698,291 dan gross revenue 36,378,808,500. Apalagi yang membuat saya berpikir dua kali untuk tidak yakin dengan film gangster-noir dari Korea Selatan ini, Nameless Gangster.

Nameless Gangster mengisahkan tentang Choi Ik-hyun (Choi Min-sik) seorang yang pada awalnya adalah seorang petugas bea cukai di sebuah pelabuhan yang mana dia sering menerima suap. Karena suatu hal, kegiatannya itu terbongkar dan ia pun dipecat. Sampai suatu hari dia mendapati dua orang yang membongkar barang muatan berisi heroin. Dia pun memutuskan untuk menjual heroin tersebut kepada Choi Hyung-bae (Ha Jung-woo). Akhirnya dia pun menjadi bagian dari gang Hyung-bae. Mulai saat itulah kehidupan Ik-hyun sebagai gangster dimulai. Sampai akhirnya Presiden Korea pada saat itu menyatakan perang terhadap gangster dan memerintahkan jaksa-jaksa untuk menangkap mereka bahkan jika perlu menggunakan pistol sekalipun. Ik-hyun dan gangster lainnya pun ditangkap.

Gangster? Seperti yang kita ketahui, disetiap film bertema gangster selalu ada perkelahiannya. Di Nameless Gangster adegan perkelahian yang diperlihatkan sederhana saja namun bergitu berkelas. Mulai dari tangan kosong, hingga menggunakan media seperti tongkat baseball, botol kaca, dan pisau.Tanpa harus dipenuhi dengan koreografi aksi yang menawan ataupun desingan suara jual beli peluru yang menbanjiri film. Itulah yang membuat film ini sangat realistis, ditambah lagi dengan kondisi Korea tahun 80an diperlihatkan cukup detil seperti pemilihan kostum, gaya rambut, warna-warna yang dipilih hingga aktor-aktornya yang semuanya sangat cocok dengan setting pada zaman itu. Serta memadukan cerita dengan acara berita ditelevisi yang terlihat sangat realistis entah berita itu apakah benar-benar terjadi di Korea pada tahun itu. Scoring-music nya juga bagus, kadang menghadirkan suara-suara yang terdengar lucu, kadang juga menghadirkan suara-suara yang begitu menegangkan.

January 19, 2013

The Perks of Being a Wallflower (2012)

Belakangan ini fenomena mengadaptasi sebuah novel ke film memang lagi sering-seringnya dilakukan sineas dunia. Tapi apa jadinya jika sang penulis novel itu sendiri yang menjadi sutradara dan penulis naskahnya, sesuatu yang masih sangat jarang sekaligus nekat dilakukan. Ini bisa jadi sebuah kemudahan bagi mereka namun bisa juga sebuah boomerang. Tapi Stephen Chbosky berkata lain, dia behasil melakukan itu untuk novel karyanya diangkat ke sebuah film dengan judul sama, The Perks of Being a Wallflower.

The Perks of Being a Wallflower mengisahkan tentang Charlie (Logan Lerman) yang sulit untuk menjalani hari-hari awalnya di SMA dilalui tanpa seorang teman dikarenakan susah bergaul. Yang padan awalnya hanya bertemna dengan guru bahsa Inggrisnya, Anderson (Paul Rudd). Sampai suatu hari dia bertemu dengan seniornya, Patrick (Ezra Miller) dan senior sekaligus saudari tirinya, Sam (Emma Watson). Mereka pun berteman, bersama dengan beberapa anak lainnya. Charlie yang pada awalnya seorang wallflower pun lambat laun mulai menjadi anak SMA yang normal, sampai akhirnya merasakan indahnya jatuh cinta pada seorang wanita.

Klise ‘kah ceritanya? Mungkin. Film-film ini benar-benar menggambarkan kehidupan remaja yang realistis dan sangat dekat, itulah yang membuat film ini begitu istimewa. Saya yakin para penonton yang menonton film ini pasti setidaknya pernah merasakan dan mengalami di beberapa bagian dari film ini, termasuk saya. Kisah suka duka masa remaja yang tidak jauh dari cinta dan persahabatan. Film ini juga mengangkat isu-isu di kebanyakan film sejenis seperti sex, drug, bully dan puluhan masalah lainnya yang menyangkut kegalauan masa remaja. Tentu saja film ini begitu bagus karena disutradarai oleh sang penulis asli novelnya sendiri, Stephen Chbosky, tentu dia tahu betul setiap lembaran novelnya itu untuk dimasukkan kedalam kisah romansa manis tanpa harus terlalu menggurui dan berlebihan.

January 16, 2013

Architecture 101 (2012)

Bingung mau buat paragrap pembukanya gimana, langsung baca aja deh reviewnya.

Architecture 101 mengisahkan tentang Seung Min (Uhm Tae-woong) yang didatangi seorang wanita bernama Seo Yeon (Han Gan-in) untuk merenovasi rumah masa kecilnya di Pulau Jeju. Seung Min yang pada awalnya tidak mengenal siapa wanita tersebut akhirnya mulai ingat, ternyata wanita itu adalah cinta pertamanya dulu. Setelah berapa kali mengahabiskan wakut bersama, kita akan dibawa melihat 15 tahun ke belakang kehidupan remaja mereka, Seung Min (Lee Je-hoon) mahasiswa arsitektur yang diam-diam menyukai Seo Yeon (Bae Suzy) mahasiswi musik yang juga ikut kelas arsitek. Kita akan melihat bagaimana awal pertemuan mereka, hingga akhirnya buih-buih cinta mulai hadir dihati keduanya.

Sutradara film ini yang sebelumnya pernah menyutradarai film Possessed, Lee Young-Ju berhasil membagi plotnya menjadi dua bagian yang seimbang, baik remaja maupun dewasanya yang sama-sama mempunyai chemistry sama bagusnya. Kedua plot itu berjalan bergantian secara dinamis dan relevan bersama dengan alur maju-mundurnya yang manis dengan dukungan aspek teknisnya seperti setting Korea Selatan era 90an dan referensi budaya dan lagu-lagu keren pada zamannya. Lihat saja pakaian, gaya rambut, pager, toycam, pemutar cd, hingga soundtracknya. Ditambah dengan aspek teknis lain seperti scoring-music dan sinematografi yang indah termasuk menampilkan pemandangan laut yang eksotis.

January 13, 2013

Headshot (2011)

Thailand, Thailand, Thailand. Ya, saya memang lagi demen-demennya nonton film negeri gajah putih, entah tidak tau kenapa. Disaat saya mulai bosan nonton romantic-comedy unyu dan horror bangsat Thai, saya pun mulai mencari alternative tontonan lain. Akhirnya dapatlah film Headshot, cari informasinya sana-sini, cari linknya. Saya menontonnya.

Headshot mengisahkan tentang seorang polisi Bangkok bernama Tul (Nopachai Chaiyanam) yang diberi tugas untuk membunuh seseorang, pada saat dia hendak menyelasaikan tugasnya itu, kepalanya tertembak yang mengakibatkan dia koma selama tiga bulan dan penglihatannya menjadi terbalik. Pada suatu hari dia bertemu dengan seorang wanita, Rin (Chris Horwang). Dia membantu Tul untuk menjadi orang yang lebih baik, Tul pun pergi ke sebuah bihara dan menjadi seorang yang agamis. Namun justru setelah itu masalah yang lebih rumit pun harus dihadapinya. Masalah apakah itu? Akankah dia mendapatkan penglihatannya kembali normal?

Jika melihat judulnya mungkin yang ada dibayangan kita adalah sebuah film action yang penuh dengan adegan jual beli peluru ditembakkan ke kepala sehingga seisi otak keluar behamburan. Jadi wajar jika ekspektasi cukup tinggi dikarenakan saya sudah terlalu rajin menonton film rom-com Thailand, rupanya saya butuh genre baru di film Thai. Ditambah lagi kabar bahwa film Headshot adalah perwakilan Thailand di The Best Foreign Language di ajang The 85th Annual Academy Awards. Sampailah akhirnya saya menonton ini. Tap percayalah, film ini tidaklah seperti itu. Jika anda berpikiran seperti itu, maka cepat hentikan sebelum anda benar-benar tertipu setelah apa yang dihadirkan. Bahkan IMDb saja mengasih label untuk film ini crime, drama dan thriller, bukan action. Akhirnya dengan ekspektasi tinggi setengah pesimistis saya pun menontonnya.

January 10, 2013

Countdown (2012)


GTH, sebuah rumah produksi film dari Thailand yang terkenal menelurkan film-film horror edan dan rom-com unyu. Kini film terbaru dari GTH yang akan saya review kali ini sedikit berbeda dari keluaran film sebelumnya. Film yang katanya adalah bergenre horror-slasherCountdown.

Countdown yang bersetting di New York berkisah tentang tiga orang remaja Thailand bernama Jack (Pachara Chirativat), Bee (Jarinporn Joonkiat) dan Pam (Pataraya Krueasuwansiri) yang menutuskan menghabiskan malam tahun baru di apartemen saja dengan mengisap ganja. Mereka pun menelpon seorang pengedar ganja bernama Jesus (David Asavanond). Malam tahun baru yang tadinya berjalan penuh kebahagiaan pun lama-kelaman mulai berubah menjadi sebuah “mimpi buruk” yang “manis” bagi ketiga remaja tersebut.

Film yang dustradarai Nattawut Poonpiriya dimulai dengan kesan tidak terlihat seperti sebuah film slasher yang meyakinkan. Menit demi menit diawal dilalui dengan dialog-dialog serta lelucon khas Thailand. Setidaknya baru setengah jam lebih dari film ini baru muncul darah. Mulai saat itulah saya merasa fase brutal akan segera dimulai. Darah demi darah pun mulai bercucuran. Dengan hanya bermain-main dengan nail gun, pistol, dan seperangkat alat rumahan lainnya, ternyata Countdown berhasil membuat detak jantung saya berlari-lari. Meski sebenarnya adegan slasher yang dihadirkan tidak terlalu mengerikan, masih dalam skala menengah ke bawah lah. Jika anda yang mengharapkan film ini penuh dengan adegan slasher tingkat tinggi layaknya film Evil Dead, jelas film ini akan berakhir dengan kekecewaan besar. Tapi jika anda seorang penonton yang datang ke bioskop untuk mengharapkan hiburan semata, jelas ini adalah tontonan yang sangat menghibur.

January 9, 2013

Coldplay Live 2012 (2012)

Coldplay sebuah band dari Inggris yang berformasikan, vokalis Chris Martin, gitaris Jonny Buckland, bassis Guy Berryman, dan drummer Will Champion. Disepanjang karir mereka telah mengeluarkan banyak album, mulai dari Parachutes (2000), A Rush of a Blood to the Head (2002), X&Y (2005), Viva La Vida or Death and All His Friends (2008) dan yang terakhir Mylo Xyloto (2011). Dalam rangka mempromosikan album Mylo Xyloto itu, mereka mengadakan konser. Dan konser tersebut dibuatkan film dengan tajuk Coldplay Live 2012.

Coldplay Live 2012 film yang didasari dari tur bertajuk Mylo Xyloto Tour dari tanggal 3 Juni 2011 sampai 31 Desember 2012 dibeberapa kota di negara seluruh dunia seperti Madrid, Montreal, Glastonbury dan yang paling mendominasi di Paris. Saya memang penggemar berat band Coldplay, tapi tidak ada salahnyakan untuk menikmati film konser yang satu ini. Lagipula saya juga memang seorang penikmat musik. 

Coldplay Live 2012 dibuka dengan lagu Mylo Xyloto dan Hurt Like Heaven di Stade de France, Paris, sebuah pembukaan megah yang sudah menandakan bahwa sepanjang film ini akan berjalan spektakuler bisa dilihat dari tatanan panggung yang ciamik, dan permainan cahaya lampu yang menawan. Berlanjut dengan In My Place, yang menarik pada lagu ini adalah pada saat reff ketika Martin bernyanyi sambil berlompat tiba-tiba muncul semburan kertas warna-warni, momen yang tentu sangat memanjakan mata. Setelah itu lanjut dengan intermission yang dinarasikan oleh Chris Martin dengan balutan hitam putih tentang persiapan dan perasaan mereka sebelum konser.

January 6, 2013

The Desk (2012)

Sebelumnya saya ingin berterimakasih untuk raditherapy.com yang sebelumnya saya sudah di buat puas dengan HorrorTherapy ‘nya. Dan kini saya kembali dibuat senang dengan feature LoveTherapy: 10 Film Pendek Rasa Cinta. Dari beberapa film pendek yang ada, ada satu yang menarik perhatian saya yaitu The Desk.

The Desk mengisahkan tentang Peter (Spencer Jefferies) seorang pria SMA yang bisa dibilang sulit bergaul dengan temannya, dia yang menyukai wanita paling popular di sekolahnya itu, namun dia malu untuk berkenalan dengannya. Diapun menulis di mejanya “Hi, my name is Peter.” Keesokan harinya dia mendapati tulisan dibawahnya “Hi, my name is Julie.” Dia pun bingung siapa wanita misterius yang menulis tulisan tersebut. Akhirnya Peter pun terus menulis di meja itu setiap hari mulai dari bertanya kabar sampai menanyakan ruang kelas. Namun suatu hari kelas yang sering ia pakai dipindahkan ketempat lain, Peter pun kecewa karena tidak bisa melanjutkan surat cintanya itu. Sampai sutu hari dikelasnya ada seorang wanita murid baru, lalu dia duduk dibelakang Peter, dan menanyakan “Do I know you?” Lantas siapakah wanita tersebut? Apakah dia Julie yang sering berbalas surat dimeja dengannya?

Premisnya bisa dibilang sangat unik menurut saya. Seorang pria yang jatuh cinta dengan wanita lewat surat cinta yang ditulisnya dimeja, namun dia tidak pernah mengetahui bagaimana paras wanita tersebut. Alberto Gonzales yang bertindak sebagai sutradara sekaligus penulis ceritanya berhasil menggarapnya dengan bagus. Ceritanya yang bagus itu pun diperindah dengan scoring music-nya yang minimalis namun maksimal untuk menambah nuansanya, hanya bermodalkan suara-suara piano saja. Akting si pemeran utamanya pun bisa dibilang berhasil, meski tidak ada berdialog, tapi kualitas aktingnya bisa dilihat dari setiap ekspresinya. Spencer Jefferies berhasil membawakan perannya dengan sangat baik, sebagai seorang Peter pria yang lebih suka untuk menyendiri itu. Dan tenang saja untuk anda yang tidak terlalu mahir berbahasa Inggris, karena film ini adalah silent, kalaupun ada bahasa Inggrisnya paling-paling cuma kalimat-kalimat basic yang saya yakin anda sudah tahu maksudnya. Overall, The Desk adalah sebuah film pendek romantis yang ringan, sebuah suguhan sederhana yang memberikan kedalaman cerita dari karakter utamanya yang terangkai baik dalam durasi lebih dari 7 menitnya.

January 4, 2013

Magic Mike (2012)

Channing Tatum, aktor yang sedang naik daun ini. Sama seperti Joesph Gordon-Levitt tahun ini dan Ryan Gosling tahun lalu. Pertama kali melihat dia di Step Up lalu G.I. Joe: Rise of Cobra sebagai Captain Duke sampai The Vow hingga di 21 Jump Street bersama Jonah Hill, sampai akhirnya bertemu dengannya kembali sebagai penari telanjang di Magic Mike.

Magic Mike mengisahkan tentang Michael Lane alias Magic Mike (Channing Tatum) yang bekerja di sebuah konstruksi bangunan suatu hari bertemu dengan Adam ‘The Kid’ (Alex Pettyfer) yang sama-sama punya visi ingin cepat memiliki uang banyak. Mike pun mengajak Adam ke sebuah klub malam untuk menjadi seorang penari telanjang. Adam yang pada awalnya merasa aneh terhadap pekerjaan barunya itu, akhirnya dia pun mulai menikmatinya.

Kabarnya cerita Magic Mike ini terinspirasi dari kehidupan Channing Tatum sebelum menjadi aktor di Tampa, Florida. Tema yang diangkat Magic Mike memang cukup konvesional, tapi mengingat sutradaranya adalah Steven Soderbergh yang sudah sering mengangkat tema itu, wajar saja. Soderbergh memperkenalkan stiap karakternya secara bagus. Sama bagusnya dengan bagaimana Soderbergh memperkenalkan kehidupan pekerjaan penari telanjang kepada penontonnya. Sebenarnya penceritaan film ini berpotensi untuk membuat suatu ikatan emosional kepenontonnya, sayangnya Soderbergh terlalu berfokus pada sisi hiburannya saja. Ketika konfilk datang dari salah satu karakternya, itu tidak terlalu membuat emosi saya terikat terhadap film ini. Tadinya pada awalnya saya berharap Magic Mike bisa menyentil kehidupan para penari telanjang itu lebih dalam, bagaimana mereka banting tulang siang malam mencari uang. Sehingga saya jadi tahu begini sebenarnya pekerjaan mereka itu. Dan saya jadi tahu juga, mereka bukanlah gay.

Frankenweenie (2012)

Tim Burton, seorang sutradara yang terkenal dengan film-filmnya yang bernuansa dark dan gothic, baik animasi ataupun live action. Tahun 2012 yang lalu dia kembali menelurkan film bernuansa sama, dibuat kembali dari film pendeknya Tim Burton tahun 1984 lalu dengan judul yang sama yang juga parody dan homage dari Frankenstein, yaitu Frankenweenie.

Frankenweenie mengisahkan tentang Victor Frankenstien (Charlie Tahan) seoraang bocah yang memiliki seekor anjing bernama Sparky. Mereka sangat dekar sekali layaknya seperti sepasang sahabat. Singkat cerita Sparky meninggal karena tertabrak mobil. Victor pun sangat sedih dengan kejadian itu, sampai suatu hari gurunyya Mr. Rzykruski (Martin Landau) yang mengajarkan tentang kodok yang bisa hidup kembali setelah dialiri aliran listrik. Victor pun mengaplikasikan teori tersebut ke Sparky, dan eksperimennya itu berhasil, Sparky pun hidup kembali.

Dalam durasi 87 menit Frankenweenie dibalut dengan nuansa hitam putih. Tapi bukan berarti membuatnya menjadi sebuah tontonan membosankan dan tidak menarik. Justru disitulah letak keindahan dari film ini. Diisi jajaran cast pengisi suara yang memang tidak terlalu terkenal, namun semua pengisi suara tersebut sukses membuat setiap karakter di Frankenweenie begitu hidup. Ditambah lagi aspek teknis seperti scoring-music arahan Danny Elfman yang bagus, minimalis tapi dikemas dengan maksimal, berhasil menambah atmosfir horrornya semakin terasa. Burton berhasil membuat naskah yang ditulis oleh John August itu menjadi sebuah cerita yang Burton sekali. Apalagi menjelang akhir, Burton seperti membuat sebuah tribute untuk film horror klasik.

January 2, 2013

Fresh to Move On (2012)

Setelah tujuh tahun yang lalu film romantic-comedy Joko Anwar yaitu Janji Joni, sebuah rom-com yang sederhana namun unik, salah satu rom-com Indonesia favorit saya. Saya pun rindu dengan kecerdasan Joko dalam membuat film rom-com lagi. Sampai akhirnya bulan Desember 2012 lalu Joko menelurkan sebuah film pendek rom-com berjudul, Fresh to Move On.

CloseUp, salah satu merk pasta gigi ternama di Indonesia mengadakan kompetisi dengan tajuk CloseUp Freshformance beberapa waktu lalu. Terdiri dari tiga kategori, yaitu Fresh Sciptwriting, Fresh Original Soundtrack, dan Fresh Costume Design. Setelah mendapatkan pemenangnya, karya para pemenang itu diwujudkan dalam sebuah film pendek yang berjudul Fresh to Move On yang disutradarai oleh Joko Anwar, original soundtrack akan diisi oleh grup band Payung Teduh, dan kostum dibuat oleh Kleting. Mereka bertiga juga sekaligus sebagai juri untuk kompetisi ini.

Fresh to Move On bercerita tentang seorang wanita (Tara Basro) yang baru saja putus dengan pacarnya (Fachri Albar). Agar segala kegalauannya itu hilang, dia pun mendapat saran dari temannya untuk membaca sebuah buku tentang 7 tips move on setelah putus cinta. Lalu bagaimana kelanjutannya, apakah wanita tersebut mampu move on dari kegalauannya itu? Atau malah sebaliknya.