“When
you’re in the middle of a story, it isn’t a story at all but rather a
confusion, a dark roaring, a blindness, a wreckage of shattered glass and
splintered wood, like a house in a whirlwind or else a boat crushed by the
iceberg or swept over the rapids, and all abroad are powerless to stop it. It’s
only afterwards that it becomes anything like a story at all, when you’re
telling it to yourself or someone else.” – Michael Polley
Stories We Tell mengisahkan tentang
Sarah Polley yang telah kehilangan ibu
tercintanya, Diane Polley meninggal dunia ketika ia masih berumur 11 tahun
karena mengidap penyakit kanker. Sarah pun membuat sebuah dokumenter yang mana
itu meng-interview anggota keluargnya
lalu menceritakan kembali seperti apa ibunya, mulai terungkap satu per satu
informasi.
Film dokumenteri
ini disutradarai oleh Sarah Polley (Away
From Her, Take This Waltz) yang
juga sekaligus menulis naskah ceritanya.
Stories We Tell memfokuskan ceritanya pada masalah personal sang sutradara
sendiri. Yang mana ini menitik beratkan pada misteri dan rahasia keluarganya
khususnya ibunya sendiri. Memberikannya dengan data-data dan fakta-fakta yang
detil. Melakukannya dengan interview beberapa keluarganya; kakak, adik, ayah,
teman dekat ibunya, dll. Mereka memberikan perspektif sendiri-sendiri mengenai
mendiang ibu Sarah, menceritakan setiap kronologi dengan sabar. Menelusuri
ingatan manusia hanya untuk mencari sebuah kebenaran, ingin mengetahui
bagaimana dan seperti apa yang sebenarnya terjadi sebelum Sarah lahir karena
dia yang ditinggal mendiang ibunya ketika umur 11 tahun. Seiring waktu
berjalan, ini tidak lagi hanya sekedar mengenal ibu lebih jauh. Namun ini akan
lebih jauh bergerak pada kehidupan ibunya yang sangat personal, mulai dari situ
sedikit demi sedikit mulai terkuak rahasia yang selama ini dirahasiakan. Uniknya
saya merasa setiap interview itu bukan
hanya sekedar memberikan pendapat sendiri-sendiri, melainkan itu seperti saling
melengkapi kisah mereka satu sama lainnya.
Rekaman
interview itu berkombinasi silih berganti dengan media lain seperti home video pribadi, rekaman Super 8, narasi
yang dibacakan sang ayahanda Michel Polley dengan sentuhan nostalgia yang
dalam, hingga merekontruksi kejadian. Kita sebagai penonton seakan ikut
menelusuri dan meneliti apa yang terjadi. Dan ketika rahasia-rahasia itu
terungkap, semakin membuat kita penasaran apalagi ya rahasia selanjutnya. Namun
sayang saya merasa ada sedikit kelemahan dalam Sarah Polley merunut kronologi
ceritanya. Maksud saya, ketika satu dua informasi sebenarnya yang ingin
disampaikaj itu telah disampaikan diparuh awal. Lalu ketika di paruh kedua itu
tidak lagi menarik dan terkesan monoton karena inti dari semuanya sudah terbuka
diawal. Andai saja Sarah mengurutkan ceritanya secara kronologikal, yang mana
rahasia yang sebenarnya itu diletakkan diakhir. Untung saja Stories We Tell punya beberapa
momen-momen lucu yang mana ketika interview diberikan humor-humor yang natural.
Apalagi dengan beberapa kali diberikan scoring-music
yang hanya bermodalkan suara piano yang mana semakin menambah aroma
nostalgianya.
Secara
keseluruhan Stories We Tell adalah
sebuah dokumenter yang memuaskan. Bagaimana kita di ajak Sarah Polley melihat
dan mendengarkan dongeng yang diberikannya seputar ibunya yakni tentang mengeksplorasi
sebuah pencarian fakta, rahasia dan informasi mengenai mendiang ibunya sendiri
secara dalam. Semua itu tersaji dengan ringan dan hangat dalam 109 menitnya.
7.5/10
No comments:
Post a Comment