Moebius mengisahkan tentang satu
keluarga yang berisi ayah (Cho Jae-hyun), ibu (Lee Eun-woo) dan anak (Seo
Young-joo). Suatu hari ketika sang ayah sedang bertelepon dengan selingkuhannya
(juga diperankan Lee Eun-woo), sang ibu pun marah dan hendak memotong alat
kelamin sang ayah. Untungnya sang ayah dapat menggagalkan niat gila istrinya
itu. Namun sang ibu justru melampiaskan kemarahannya itu kepada anaknya, dia
pun memotong alat kelamin anaknya sendiri. Sang anak pun begitu depresif, sang
ayah pun berusaha semampu mungkin membantu untuk dapat melakukan implant alat kelamin anaknya.
FYI, ini adalah
film ketiga dari Kim Ki-duk yang telah saya tonton setelah 3-Iron dan Pieta. Pada Moebius ini ceritanya sederhana,
sederhana sekali. Bagaimana seorang anak lelaki yang harus menjalani hidupnya
tanpa penis. Dan seperti yang kita ketahui, film-filmnya Kim Ki-duk memang
selalu sarat dengan hal-hal yang berbau kekerasan dan seksual. Tidak terkecuali
di Moebius, malahan dosis violence dan sexual-nya semakin meningkat. Bagian kekerasannya, jika anda
berpikir adegan potong penis yang saya sebutkan di sinopsis itu adalah sudah
begitu menyakitkan, bahkan menjijikan ketika sang ibu memakan potongan
tersebut. Tunggu sampai Kim Ki-duk memberikan adegan itu berkali-kali dan
memberikan adegan kekerasan lain yang tak kalah menyakitkannya, sebut saja
salah satunya adalah bagaimana menjadikan rasa sakit sebagai media kenikmatan
seksual.
Dan harus diakui
adegan kekerasan di film ini jauh lebih menyakitkan ketimbang semua adegan
kekerasan di semua seri film Saw,
karena objek kekerasan di film ini begitu sensitif, apalagi untuk seorang
lelaki. Bagian seksual, sebenarnya dengan membaca bagian kekerasan yang saya
tulis tadi pun sudah mengandung hal seksual yakni objek kekerasannya adalah
alat kelamin. Dan itu masih belum saya sebutkan mulai dari penampakan boobs, adegan perkosaan hingga mencari
kenikmatan seksual melalui rasa sakit. Bahkan pada awalnya Moebius sempat kena ban
di negara Korea Selatan sendiri, karena dua konten tersebut. Oke cukup
menceritakan dua hal tersebut. Dalam durasi satu setengah jamnya, Moebius juga menyentil sisi religi dan
keluarga. Sisi religi yang disini ditunjukan adegan yang melibatkan patung
Budha. Dan sisi keluarga yang disini ditunjukan oleh seorang bapak yang rela
melakukan apapun untuk anaknya. Di Moebius
juga Kim Ki-duk membawa kembali trademark-nya,
yakni tidak adanya dialog dalam film ini. Meski dengan tidak adanya dialog
apalagi monolog, ini sama sekali tidak membosankan. Kita hanya akan lebih banyak
mendengar teriakan dan ringisan kesakitan.
Jujur saya
penasaran apa arti dan maksud judul Moebius,
yang membuat saya tergugah untuk mencari pengertiannya setelah menonton film
ini. Ternyata Moebius adalah suatu sindrom
atau kelainan genetik yang membuat otot-otot wajah seseorang tidak dapat
membuat ekspresi. Dan saya masih belum mengerti apa hubungan judulnya itu
terhadap cerita filmnya. Well, jika
bicara masalah divisi akting. Film yang pertama kali rilis di 70th Venice International
Film Festival ini punya casts
yang bermain begitu bagus. Kembali menggandeng aktor andalannya, Cho Jae-hyun
sebagai seorang ayah yang menyayangi anaknya, disini begitu tersampaikan
seberapa besar cinta dan kasih sayangnya kepada anaknya. Seo Young-joo, juga
tampil bagus sebagai seorang anak yang sedang dalam kondisi yang buruk dan
begitu depresif. Lee Eun-woo, ini yang paling mengejutkan, ternyata dia
memerankan dua peran sekaligus. Jujur saya tidak sadar bahwa si ibu dan si
wanita selingkuhan itu adalah orang yang sama. Dia juga bermain dengan bagus
terhadap dua karakter yang berbeda, yang satu agak-agak seperti psycho, yang satu lagi tampil begitu
menggairahkan.
Secara
keseluruhan Moebius adalah sebuah
sajian drama yang bagus. Bagaimana Kim Ki-duk kembali membawa kembali ciri
khasnya dan kali ini dosisnya ditingkatkan berkali lipat; mulai dari konten
kekerasan serta seksualnya hingga tidak adanya dialog. Well, bersiap-siap dan nikmati saja sajian gila dari Kim Ki-duk
ini, dan rasakan sensasi menonton film yang dibayang-bayangi rasa tidak nyaman,
ngilu, jijik dalam durasi 90 menitnya.
7.5/10
Thx u min ulasannya baru bngt slesai nonton ini film, sumpah tdnya gagal faham sama inti cerita ini film di tambah adegan yg berulang2 dan gada percakapan sama skli,ternyata judul filmnya mendasari smua ceritanya
ReplyDeleteBaru mengerti maksudnya
ReplyDeleteSangat bermanfaat disampaikan dengan baik.
ReplyDeleteTp yg bikin saya kaget,,, si anak selama proses syuting masih berumur 15 thn 🤔
ReplyDelete