Akhirnya nulis lagi, ya walaupun lagi lagi reviewnya
harus digabungin jadi satu post. Sebenarnya saya sih cukup berberat hati buat
bikin ini post. Tapi ya karena mulai sadar diri bahwa diri ini sudah semakin
sibuk, dan udah semakin jarang nyempetin waktu buat ngereview atau bahkan
nonton film. Jadi saya niatan buat bikin at least satu postingan per satu
bulan. Jadi, ini dia kumpulan short review dari beberapa film yang saya tonton
1-2 bulan terakhir. Check this out!
July 31, 2014
June 2, 2014
Manusia Unta's 2nd Anniversary
Kemarin 1 Juni 2014, sudah genap 2
tahun aja ini umur blog. Di hari yang spesial ini saya tidak bisa ngadain
kuis-kuisan kaya blog awesome laen kalo anniversary. Ini aja baru dua hari yang lalu baru
ingat kalo anniversary. Ya akhir-akhir ini penulis memang lagi sibuk-sibuknya
sama dunia perkuliahan, jadinya jarang review lagi deh. Awal tahun kemarin Januari sih
banyak nulis, tapi lama-kelamaan mulai menurun. Ini aja review Little Miss Sunshine,
Ilo Ilo, Godzilla sama X-Men: Days of Future Past masih stuck di microsoft
word. Ya harapannya di ulang tahun Manusia Unta yang kedua ini semoga kedepannya
penulis blog ini makin rajin lagi nulisnya, amin, udah itu aja cukup. Akhir
kata, Happy 2nd Anniversary, Manusia Unta!!! :))
May 16, 2014
The Amazing Spider-Man 2 (2014)
“Everyone
has a part of themselves they hide, even from the people they love most. And you don’t have forever, none of us ever
do.” – Aunt May
The Amazing
Spider-Man 2 mengisahkan tentang Peter Parker (Andrew Garfield) sebagai
seorang Spider-Man yang masih dibayang-bayangi pesan terakhir ayahnya Gwen
yakni harus meninggalkan Gwen Stacy (Emma Stone) karena khawatir akan masuk
kedalam situasi yang berbahaya. Di sisi lain dia harus melawan musuhnya yakni
Max Dillon/Electro (Jamie Fox) yang bisa mengendalikan listrik. Ditambah lagi
semakin diperumit dengan hadirnya teman masa kecil Peter sekaligus sekarang pimpinan perusahaan Osborn yakni Harry Osborn
(Dane DeHaan) yang meminta sebuah bantuan kepada Peter yang justru membuat keberadaan
Spider-Man terancam.
May 3, 2014
Short Review: Labor Day (2013), Enemy (2014), Ernest & Celestine (2012)
Straight to
the point, isi post ini adalah short review dari beberapa film yang saya tonton akhir-akhir ini. Pengennya sih bikin reviewnya satu-satu,
tapi karena suatu hal yang tidak dapat diceritakan disini akhirnya digabungin
dalam satu post saja. So, without further ado, these are short review of
Labor Day, Enemy, and Ernest & Celestine.
April 9, 2014
The Raid 2: Berandal (2014)
Setelah 2 tahun
lalu Gareth Huw Evans menggebrak dunia film action dan megharumkan nama
Indonesia lewat The Raid: Redemption. Jelas tidak ada alasan untuk tidak
membuat sequelnya, bahkan Gareth sudah mencanangkan untuk membuat trilogy. Dan
jelas ekspektasi meningkatkan, apalagi film kedua ini banyak masuk di list film
paling diantisipasi tahun ini. Jika apa yang anda lihat di film pertamanya
sudah super, maka kalikan berkali-kali lipat kesuperan di film pertamanya itu,
itulah The Raid 2: Berandal.
The Raid 2:
Berandal mengisahkan dua jam setelah akhir film pertamanya. Rama (Iko
Uwais) kini telah bergabung dengan pasukan yang dipimpin Bunawar (Cok Simbara),
dia ditugaskan untuk menyelidiki polisi-polisi yang terlibat dalam criminal.
Dia pun menyamar dengan menggunakan indentitas baru bernama Yudha, dia berusaha
mendekati Uco (Arifin Putra) putera dari mafia bernama Bangun (Tio Pakusadewo).
Namun Rama justru masuk sangat dalam mulai dari permasalahan Bangun dengan
mafia Jepang yang dipimpin oleh Goto
(Kenichi Endo), hingga keterlibatan gangster pimpinan Bejo (Alex Abbad) yang
mempunyai tiga orang andalannya; The Assassin (Cecep Arif Rahman), Hammer
Girl (Julie Estelle) dan Baseball Bat Man (Very Tri Yulisman).
April 7, 2014
The Breakfast Club (1985)
“What’s
bizarre? I mean, we’re all pretty bizarre. Some of us are just better at hiding
it, that’s all.” – Andrew Clark
The Breakfast
Club mengisahkan tentang lima orang siswa SMA; John Bender (Judd Nelson),
Andrew Clark (Emilio Estevez), Brian Johnson (Anthony Michael Hall), Claire
Standish (Molly Ringwald), dan Allison Reynolds (Ally Sheedy) yang mendapat
hukuman dengan ditahan di dalam ruang sekolah selama satu hari karena akibat
dari perbuatan mereka. Mereka dihukum dan selama itu diawasi oleh kepala
sekolah mereka yang galak, Richard Vernon (Paul Gleason).
Film ini
disutradarai oleh John Hughes (National Lampoon’s Vacation, Ferris
Bueller’s Day Off, Home Alone), yang mana dia juga sekaligus menulis
naskah ceritanya. Well, The Breakfast Club banyak disebut-sebut
sebagai salah satu film tentang anak SMA terbaik yang pernah ada. Ya, John
Hughes memang ahlinya membuat film-film tentang remaja atau coming-of-age.
Di The Breakfast Club kali ini setting-nya hanya bertempat di sebuah
gedung sekolahan dan mengambil waktu sehari. Di film ini pun akan lebih banyak
diisi oleh dialog-dialog menarik antar karakternya, baik itu berupa saling
menghina, adu argumen, bercanda atau yang lainnya.
April 1, 2014
Philomena (2013)
Philomena
mengisahkan tentang Martin Sixsmith (Steve Coogan) seorang jurnalis yang suatu
hari ditawari oleh seseorang untuk membuat sebuah buku mengenai masalah seorang
wanita tua bernama Philomena Lee (Judi Dench). Yang mana Philomena mempunyai
cerita kelam ketika dia masih sekolah khusus biarawati, yakni puteranya
diadoptasi oleh orang lain tanpa ada kesepakatan dengannya, mereka pun sudah 50
tahun masih belum bertemu. Dan akhirnya Martin menerima tawaran tersebut namun
Martin justru ikut terlalu dalam hingga harus membantu Philomena menemukan
putera tersayangnya itu.
Film ini
disutradarai oleh Stephen Frears, sedangkan naskah ceritanya ditulis oleh Steve
Coogan dan Jeff Pope yang mengadaptasi dari buku berjudul The Lost Child of
Philomena Lee karangan Martin Sixsmith. Kisah Philomena sendiri juga
berdasarkan dari kisah nyata. Punya struktur cerita yang efektif, baik dan
sederhana. Intinya ini adalah kisah seorang ibu yang sedang mencari puteranya
yang sudah terpisah selama 5 dekade. Selain drama, di satu sisi Philomena ada
unsur road-movie, di sisi lain juga ini seperti film-film ala
investigasi, menjelajahi kota demi kota serta mencari informasi agar bisa
bertemu anaknya.
March 28, 2014
Mr. Nobody (2009)
“You
have to make a right choice. As long as you don’t choose, everything remains
possible.” – Nemo Nobody
Mr. Nobody
mengisahkan tentang seorang laki-laki tua bernama Nemo Nobody (Jared Leto) yang sudah
berusia 118 tahun di tahun 2092. Nemo adalah satu-satunya manusia yang masih
bisa tumbuh secara normal. Karena di tahun 2092 semua manusia sudah bisa hidup
abadi berkat bantuan teknologi super canggih. Suatu hari Nemo di wawancarai
oleh seorang wartawan mengenai masa lalunya. Nemo pun menceritakan masa lalunya
itu, salah satunya adalah mengenai bahwa Nemo yang menikah dengan tiga wanita;
Anna (Diane Kruger), Elise (Sarah Polley), dan Jean (Linh-Dan Pham).
Film ini
disutradarai oleh Jaco Van Dormael yang juga sekaligus menulis screenplay-nya.
Mr. Nobody adalah sebuah film yang menggabungkan science-fiction,
drama, dan romance dalam satu film. Dan harus diakui tidak mudah untuk
dapat benar-benar menikmati ataupun memahami kisahnya, karena Mr. Nobody
bercerita secara non-linear atau tidak secara kronologikal yang runtun, dan itu
ditambah lagi dengan durasi yang cukup menyebalkan yakni dua setengah jam. Tapi
sebenarnya mudah saja jika kita menontonnya dengan teliti dan fokus. Ya,
menonton Mr. Nobody seperti merangkai kepingan-kepingan puzzle yang
teracak dimana-mana.
March 21, 2014
300: Rise of an Empire (2014)
“Better
we show them, we chose to die on our feet, rather than live on our knees.” -
Themistocles
300: Rise of
an Empire mengisahkan tentang Themistocles (Sullivan Stapleton) seorang
jenderal perang Athena yang berhasil membunuh King Darius I (Yigal Naor) dari
Persia. Kematian raja Persia itu disaksikan langsung oleh putranya, Xerxes
(Rodigo Santoro). Xerxes pun berupaya untuk membalas dendam kepada Themistocles
terhadap kematian ayahnya itu dengan menabuh genderah perang. Pasukan perang
Persia dipimpin dan dikendalikan oleh seorang wanita bernama Artemisioa (Eva
Green).
Ini adalah follow-up
dari film pertamanya 300 (2007) yang disutradarai oleh Zack Snyder (Sucker
Punch, Man of Steel) itu. Snyder pun masih mencantumkan namanya di credit film ini, namun bukan sebagai sutradara melainkan sebagai produser. Kursi
sutradara 300: Rise of an Empire sekarang berpindah ke tangan Noam
Murro. Sedangkan screenplay-nya juga ditulis oleh Zack Snyder bersama Kurt
Johnstad mengadaptasinya dari novel grafis yang belum dipublikasikan karya
Frank Milller yang berjudul Xerxes. Membawa ceritanya ketika sebelum, selama, dan sesudah kejadian di film 300 itu.
March 19, 2014
The Great Passage (2013)
The Great
Passage mengisahkan tentang Mitsuya Majime (Ryuhei Matsuda) seorang pemuda
kutu buku yang suatu hari diangkat sebagai editor kamus menggantikan Kouhei
Araki (Kaoru Kobayashi) yang pensiun. Bersama dengan rekannya Masashi Nishioka
(Joe Odigiri) dan rekan lainnya, mereka mempunyai satu proyek yakni harus
membuat kamus bahasa Jepang berjudul Daitoka/The Great Passage.
Kamus yang diproyeksikan akan selesai dalam beberapa tahun dan akan menjadi
kamus paling lengkap.
Film yang
mempunyai judul Jepang Fune o Amu ini disutradarai oleh Yuya Ishii, screenplay-nya
ditulis oleh Kansaku Watanabe yang mengadaptasi dari novel best-seller
berjudul sama karangan Shiwon Miura. Ceritanya bersetting tahun 90an. Punya
cerita yang menjanjikan mengenai kisah di balik layar pembuatan kamus. The
Great Passage punya alur yang cukup lambat menurut saya, namun tidak sampai
tenggelam begitu membosankan. Dari film ini akhirnya saya tahu dan sadar, bahwa
untuk membuat satu kamus membutuhkan waktu puluhan tahun. Melalui berbagai
macam proses-proses yang begitu banyak dan panjang. Mulai dari mengumpulkan
kata, menyeleksi, memberi pengertian, hingga harus update terhadap kata-kata
baru. Dibutuhkan orang-orang pekerja yang memang harus ahli, sabar, teliti, dan
berdedikasi tinggi terhadap dunia perkamusan.
March 9, 2014
Wadjda (2013)
Wadjda mengisahkan tentang anak
perempuan tomboy berumur 11 tahun bernama Wadjda (Waad Mohammed) yang suatu
hari melihat teman laki-laiknya bernama Abdullah (Abdullrahman Al-Gohani) yang
sedang bermain sepeda. Dia pun ingin bermain sepeda juga lalu dia meminta
kepada ibunya (Reem Abdullah) untuk membelikannya sepeda, ibunya jelas
menolaknya karena di negaranya ada sebuah peraturan yang melarang perempuan
untuk mengendarai sepeda. Tapi Wadjda tetap bersikukuh untuk bermain sepeda dan
berusaha untuk mengumpulkan uang sendiri dari hasil berjualan gelang hand-made
buatannya.
Well, banyak trivia atau fakta menarik
seputar film Wadjda ini. Film ini
berasal dari Arab Saudi, ya salah satu negara timur tengah yang mempunyai
aturan-aturan yang ketat, bahkan disana pun tidak ada bioskop. Dan Wadjda
adalah film pertama yang pengambilan gambarnya atau proses shooting-nya semuanya diambil keseluruhan di Arab Saudi. Dibutuhkan
waktu selama lima tahun untuk menciptakan film ini, itu karena berbagai macam
peraturan-peraturannyanya. Mulai dari minta izin proses shooting hingga masalah klasik dana. Yang akhirnya mereka pun
bekerja sama dengan perusahaan produksi asal Jerman.
March 6, 2014
20 Feet from Stardom (2013)
Satu-satunya
alasan kenapa saya ingin menonton film ini adalah karena film ini yang berhasil
mengalahkan The Act of Killing-nya Joshua Oppenheimer pesaing terkuat diajang Oscar tahun ini untuk kategori Best Documentary Feature. Ya, 20
Feet from Stardom berhasil memenangkannya.
20 Feet from Stardom mengisahkan tentang
cerita dibalik layar dari Darlene Love, Merry Clayton, Lisa Fischer, Tata Vega,
Jo Lawry dan Judith Hill yang bekerja sebagai penyanyi latar atau pengiring
yang sering mengiringi lagu-lagu dari beberapa artis terkenal macam The Rolling
Stone, Ray Charles, Michael Jackson, Stevie Wonder, David Bowie, Joe Cocker,
Elton John, Luther Vandross, Bruce Springteen dll.
Film dokumenter yang
disutradarai oleh Morgan Neville ini mengisahkan tentang kisah pahit manis para
penyanyi kulit hitam ini sebagai backup
singer dari penyanyi terkenal legendaris. Penyanyi-penyanyi latar yang
kadang sering tidak dianggap dan diperhatikan. Justru suara indah mereka itu
tidak kalah bagus dari penyanyi aslinya, beberapa dari artis mereka mengatakan
bahwa suara mereka itu justru membuat lagu-lagu mereka semakin bagus serta
seperti memberikan nyawa dan jiwa tersendiri terhadap lagu-lagu mereka. Bagaimana
film dokumenter yang pertama kali premier di Sundance Film Festival tahun lalu
ini memberikan kisah jatuh bangun mereka yang mulai dari bukan apa-apa menjadi
sesuatu, hingga mereka berkesempatan untuk merilis rekaman sendiri. Ketika
mereka harus dihadapkan pada sebuah pilihan antara apakah harus menjadi artis
sebagai penyanyi professional atau tetap hanya sekedar penyanyi latar.
March 3, 2014
The 86th Academy Awards – Winners
The 86th Academy
Awards diadakan pada 2 Maret 2014 waktu setempat yang digelar di Dolby Theater,
Hollywood, Los Angeles. Pegelaran anugerah film ini dipandu oleh Ellen
DeGeneres. Nominasi terbanyak tahun ini dipegang oleh American Hustle dan
Gravity dengan masing-masing mengantongi 10 nominasi. Sedangkan award terbanyak
berhasil diraih Gravity dengan 7 piala Oscar berhasil dibawa pulang. Namun yang
berhasil membawa gelar Best Picture tahun ini adalah 12 Years a Slave. Berikut
daftar lengkap para pemenang:
February 27, 2014
The Great Beauty (2013)
“I’m not a misogynist, I’m a misanthrope.” – Jep Gambardella
The Great Beauty mengisahkan tentang seorang penulis bernama Jep Gambardella (Toni Servillo) yang dulunya yang terkenal lewat salah satu mahakarya sastranya. Kini mahakaryanya itu masih dikenang dan dihormati, dia menikmati kesuksesannya yang dulu dengan berkehidupan hedonisme penuh harta dimasa sekarang. Namun dia sadar bahwa ada sesuatu yang kurang dihidupnya yang sekarang.
Film yang mempunyai judul Italia La grande bellezza ini disutradarai oleh Paolo Sorrentino yang mana screenplay-nya juga ditulis olehnya bersama Umberto Contarello. The Great Beauty memfokuskan ceritanya pada kehidupan hedonisme seorang laki-laki tua bernama Jep Gambardella. Film ini berjalan seperti tanpa ada tujuan pasti, yakni maksudnya di setiap adegan-adegannya tidak ada yang seperti berkelanjutan, berpindah-pindah dari satu adegan ke adegan lain tanpa ada kontinuitas yang pasti namun tetap menarik, ya The Great Beauty memang terasa begitu segmented. Dan tidak mudah memang untuk menikmati film ini apalagi dengan durasinya yang cukup menyebalkan itu.
February 25, 2014
Nebraska (2013)
“Have
a drink with your old man. Be somebody.” – Woody Grant
Nebraska mengisahkan tentang Woody Grant
(Bruce Dern) lelaku tua renta yang telah memenangkan sebuah lotre berhadiah 1
juta dollar. Namun anaknya David Grant (Will Forte) telah memberi tahu bahwa
hadirah tersebut palsu. Woody tetap bersikeras untuk mengambil hadiah tersebut
dengan jalan kaki yang jaraknya tidaklah dekat, sang istri, Kate Grant (Jane
Squibb) pun geram dengan sikap suaminya itu. David yang merasa kasihan dengan
ayahnya itu pun bersedia mengantarkannya ke tempat pengambilan hadiah.
Film ini
disutradarai oleh Alexander Payne (Election,
Sideways, About Schmidt, The
Descendants), sutradara yang pernah membawakan kita drama-komedi The Descendants tahun 2011 lalu yang
berhasil meraih Best Original Screenplay
di ajang Oscar. Di Nebraska screenplay-nya
ditulis oleh Bob Nelson. Dan seperti film-filmnya Payne sebelumnya, dia yang
memang spesialis film tentang hubungan keluarga juga membawa kembali tema
tersebut ke Nebraska. Serta juga masih
membawa kembali gaya sederhananya yang juga diisi oleh komedi yang sama
simplenya. Namun di Nebraska kali ini
dia membalutnya dengan sentuhan road-movie.
February 21, 2014
Oldboy (2013)
Bagi yang merasa
movie freak tentu judul Oldboy sudah tidak asing lagi terdengar,
sebuah film psikologikal thriller dari Korea Selatan yang rilis tahun 2003
silam, berhasil menjadi film yang begitu dihormati. Lalu apa jadinya jika film
yang sudah melegenda itu di-remake
oleh Hollywood.
Oldboy mengisahkan tentang seorang
laki-laki bernama Joe Doucett (Josh Brolin) yang tanpa alasan yang jelas
dipenjara oleh orang tak dikenal selama 20 tahun. Dan ketika dia sudah bebas,
dia pun disuruh untuk mencari tahu siapa orang yang telah memenjarakannya dan
apa alasannya. Dia pun mencari tahu dua hal tersebut dibantu oleh Mary
(Elizabeth Olsen). Ternyata orang tersebut adalah Adrian (Sharlto Copley),
namun apa sebenarnya alasan Adrian memenjarakan Joe?
Versi remake-nya disutradarai oleh Spike Lee
dengan screenplay-nya ditulis oleh
Mark Protosevich. Jalan ceritanya tidak jauh berbeda dengan versi original-nya yang disutradarai oleh Park
Chan-wook berdasarkan manga berjudul sama itu. Ya, jalan ceritanya masih sama,
cuma ada sedikit banyak usaha dari Spike Lee untuk berbeda dari versi original. Atau pun hadirnya banyak
penampakan-penampakan yang berkaitan dengan film aslinya yang mungkin ditujukan
untuk menghormati versi original-nya.
Yang sayangnya usaha-usaha itu tidak terlalu bekerja dengan baik. Sebuah remake tentu tidak bisa lepas untuk
tidak membicarakan atau membandingkannya dengan yang original, dan akan membuat
orang-orang berpikir sebelah mata.
February 15, 2014
The LEGO Movie (2014)
“If
this relationship is going to work out between us I need to feel free to party
with a bunch of strangers whenever I felt like it. I will text you.” –
Batman
The LEGO Movie mengisahkan tentang Emmet
(Chris Pratt) seorang pekerja konstruksi yang tanpa sengaja menemukan Piece of Resistance, yakni sebuah benda
yang dapat membawanya pada suatu yang berbeda. Suatu hari dia pun di tahan oleh
Bad Cop (Liam Nesson) karena suruhan Lord Business (Will Ferrell). Disana Emmet
mengetahui bahwa Lord Business hendak menghancurkan dunia dengan sebuah senjata
bernama Kragle. Sampai seorang wanita bernama Wyldstyle (Elizabeth Banks)
menyelamatkannya dan membawanya kepada Vitruvius (Morgan Freeman). Mulai saat
itulah Emmet mencoba untuk menyelamatkan dunia dari ancaman berbahaya Kragle.
Film animasi ini
disutradarai oleh duo Phil Lord dan Chris Miller. Duet sutradara yang pernah
membawa kita animasi Cloudy with a Chance
of Meatballs (2009) dan komedi 21
Jump Street (2012) ini juga bertindak sebagai penulis screenplay-nya. Mereka coba membawa mainan LEGO yang sering kita
mainkan dulu semasa kecil ke media layar lebar. Mengeksplorasi dan
mengkreasikan imajinasinya dengan membentuk suatu plot penceritaan yang seiring
berjalan punya pengembangan cerita lain. Ini seperti yang sudah dilakukan Transformers (2007) dan Battleship (2012), yang juga sama-sama
film berdasarkan mainan. The LEGO Movie
mengusung konsep stop motion yakni
dengan gerakan patah-patah kaku, semua set-nya juga dibuat seolah-olah memang
dunia LEGO, mulai dari karakternya, bangunan, dan ornamen lain dibuat seperti
terbuat dari kepingan-kepingan plastik LEGO.
February 12, 2014
Dirty Wars (2013)
“What
happens to us when we finally see what is hidden in plain sight.”
– Jeremy Scahill
– Jeremy Scahill
Dirty Wars mengisahkan tentang seorang
jurnalis asal Amerika Serikat bernama Jeremy Scahill yang menginvestigasi satu kasus mengenai terbunuhnya
lima warga Afghanistan termasuk dua ibu hamil karena ulah tentara Amerika
Serikat dalam sebuah operasi bernama Joint
Special Operations Command (JSOC). Tidak hanya mengenai kasus itu saja,
Scahill juga turut menginvestigasi kasus lain yang melibatkan militer Amerika
Serikat.
Film ini
disutradarai oleh Richard Rowley dengan naskah ceritanya ditulis berdasarkan
buku berjudul Dirty Wars: The World Is a Battlefield
karangan seorang koresponden majalah The
Nation bernama Jeremy Scahill yang sekaligus menulis screenplay-nya bersama
David Riker. Dirty Wars adalah sebuah
film dokumenter yang ceritanya digerakkan oleh Jeremy Scahill sendiri, yang
mana dia membawa narasinya, menyelidiki dan mewawancarai sendiri orang-orang
yang terlibat dalam kasus ini. Ya, film yang masuk nominasi Oscar tahun ini
untuk kategori Best Documentary Feature
ini memang tampak begitu berani dan provokatif. Scahill mencoba membuka,
menguak, dan mengeksplorasi hal-hal yang tidak diketahui khalayak publik dengan
cukup mendalam dan detil yang mana selama ini hanya sebuah rahasia yang ditutup-tutupi.
February 9, 2014
Big Bad Wolves (2013)
Big Bad Wolves mengisahkan tentang putri
dari seorang ayah bernama Gidi (Tzahi Grad) yang baru saja diculik dan dibunuh
oleh seseorang. Kasus ini pun diselidiki oleh seoreang polisi bernama Miki
(Lior Ashkenazi) yang kemudian mencurigai seorang guru sekolah bernama Dror
(Rotem Keinan) sebagai pelakunya. Dror pun diintrogasi, namun apakah benar Dror adalah pelaku yang sebenarnya?
Satu-satunya
alasan terkuat untuk menonton film ini adalah karena adanya pernyataan dari
sutradara Quentin Tarantino yang menobatkan Big
Bad Wolves sebagai film terbaiknya tahun 2013 lalu. Film yang berasal dari
Israel ini disutradarai duo Aharon Keshales dan Navot Papushado yang juga
sekaligus menulis naskah cerita dan menjadi editornya. Big Bad Wolves memulainya dengan santai lewat adegan pembukannya
yang dibalut dengan slow motion
membentuk sebuah motif masalah yang nantinya dijadikan pokok bahasannya. Ini
adalah film tentang sebuah penculikan yang nantinya berubah haluan menjadi film
tentang balas dendam.
February 7, 2014
Spring, Summer, Fall, Winter… and Spring (2003)
“Lust
awakens the desire to possess.
And that awakens the intent to murder.” – Old Monk
And that awakens the intent to murder.” – Old Monk
Spring, Summer, Fall, Winter… and Spring
akan membagi ceritanya menjadi lima segmen yang saling berhubungan sesuai
judulnya yang mewakili setiap musim itu. Dimulai dari Spring mengisahkan tentang seorang biksu tua renta (Oh Su-yeong)
yang tinggal di sebuah kuil yang terapung di sebuah danau bersama seorang anak
kecil (Kim Jong-ho). Segmen selanjutnya Summer
mengisahkan si anak kecil tadi yang sudah tumbuh menjadi seorang biksu
remaja (Seo Jae-kyeong), suatu ketika dia jatuh cinta dengan seorang wanita (Ha
Yeo-jin). Sedangkan segmen Fall
mengisahkan tentang biksu remaja tadi yang telah tumbuh menjadi biksu dewasa
(Kim Young-min). Begitu juga dengan segmen Winter
yang mengisahkan tentang biksu dewasa tadi menjadi biksu tua (Kim Ki-duk). Dan
segmen yang terakhir and Spring
mengisahkan tentang biksu tua tadi yang kini telah mengasuh anak kecil.
February 6, 2014
Cutie and the Boxer (2013)
“Live is wonderful. Life should be positive. When it’s blown to pieces, that’s when it becomes art.” – Ushio Shinohara.
Cutie and the Boxer mengisahkan tentang kisah pahit manis cinta sepasang suami istri asal Jepang yang kini menetap di Amerika; Ushio Shinohara dan Noriko Shinohara, mereka berdua terpaut usia cukup jauh. Mereka berdua adalah seorang seniman lukis.
Film dokumenter ini disutradarai oleh Zachary Heinzerling yang juga sekaligus menjadi produser dan sinematografernya. Cutie and the Boxer nampak di atas kertas memang seperti sebuah film romansa. Bagaimana disini diperlihatkan sebuah kisah percintaan dua sejoli yang begitu manis. Bagaimana mereka yang mempunyai minat yang sama dibidang seni lukis, yang akhirnya dari itu tumbuh itu butir-butir cinta. Bagaimana mereka berjuang bersama mempertahankan bahtera rumah tangga mereka walau beberapa kali sempat dihadang masalah. Disinilah kita akan melihat arti sebuah cinta yang sesungguhnya, sebuah ikatan suami istri yang begitu harmonis dan hangat. Membuat siapa pun yang melihat kisah cinta mereka akan terpukai akan keagungan cinta.
February 4, 2014
Artifact (2012)
“We
were backed into a corner. For us, it was all or nothing. Sometimes we must fight in order to be free.” – Jared Leto
Film dokumenter
ini disutradarai oleh aktor sekaligus vokalis dari grup band rock 30 Seconds to
Mars, yakni Jared Leto dengan menggunakan nama samaran Bartholomew Cubbins. Artifact adalah sebuah film dokumenter
yang mengisahkan tentang band rock asal Los Angeles, California, Amerika
Serikat bernama Thirty Seconds to Mars yang bermasalah dengan label rekaman
mereka EMI karena terjerat hutang 30 juta dollar yang entah bagaimana.
Permasalahan itu pun diangkat ke perkara hukum dengan beberapa kali melakukan
proses negosiasi.
Selain itu Artifact juga yang pada awalnya mengisahkan
tentang bagaimana dibalik pembuatan album ketiga mereka Thirty Seconds to Mars
yakni This Is War. Yang mana mereka
melakukan proses rekaman sendiri menggunakan uang mereka dari hasil sisa
keuntungan penjualan album pertama dan kedua mereka. Melakukan proses rekaman
sendiri di sebuah rumah milik mereka diproduseri oleh produser bernama Flood. Pemilihan
judul album This Is War itu juga menggambarkan
bagaimana Jared Leto dan kawan-kawan menabuh genderang perang terhadap label
rekaman mereka. Yang akhirnya album ketiga mereka itu pun rilis tahun 2009, dan
terjual puluhan juta keping. Hingga sanggup melangsungkan tur konser bertajuk
Into the Wild Tour dalam rangka mempromosikan album ketiga mereka itu.
January 31, 2014
Best Movies of 2013
Cukup telat
memang setelah 2014 sudah berlalu satu bulan saya baru meluncurkan list Best Movies of 2013 saya. Sebenarnya
deadline post ini tanggal 26 kemarin, tapi karena masih ada beberapa film yang
saya kejar akhirnya molor sampai tanggal 30. Setelah bulan Januari ini saya
kebut mengejar film-film yang berpotensi saya sukai. Tahun 2013 memang banyak
film-film yang berkualitas, sehingga untuk menyusunnya menjadi 20 besar saja cukup
sulit karena saya terpaksa harus menyingkirkan film bagus lain ke honorable mention. Lists dibawah ini pun tidak bisa dibilang the best sepenuhnya, karena ini adalah subjektif saya dan masih
banyak juga film-film bagus yang belum saya tonton. Dan perlu diketahui, lists dibawah ini juga dapat berubah
sewaktu-waktu jika ada penontonan ulang dan film-film lain yang baru saya
tonton. So, without further ado, berikut film terbaik tahun
2013 versi Manusia Unta.
Moebius (2013)
Moebius mengisahkan tentang satu
keluarga yang berisi ayah (Cho Jae-hyun), ibu (Lee Eun-woo) dan anak (Seo
Young-joo). Suatu hari ketika sang ayah sedang bertelepon dengan selingkuhannya
(juga diperankan Lee Eun-woo), sang ibu pun marah dan hendak memotong alat
kelamin sang ayah. Untungnya sang ayah dapat menggagalkan niat gila istrinya
itu. Namun sang ibu justru melampiaskan kemarahannya itu kepada anaknya, dia
pun memotong alat kelamin anaknya sendiri. Sang anak pun begitu depresif, sang
ayah pun berusaha semampu mungkin membantu untuk dapat melakukan implant alat kelamin anaknya.
FYI, ini adalah
film ketiga dari Kim Ki-duk yang telah saya tonton setelah 3-Iron dan Pieta. Pada Moebius ini ceritanya sederhana,
sederhana sekali. Bagaimana seorang anak lelaki yang harus menjalani hidupnya
tanpa penis. Dan seperti yang kita ketahui, film-filmnya Kim Ki-duk memang
selalu sarat dengan hal-hal yang berbau kekerasan dan seksual. Tidak terkecuali
di Moebius, malahan dosis violence dan sexual-nya semakin meningkat. Bagian kekerasannya, jika anda
berpikir adegan potong penis yang saya sebutkan di sinopsis itu adalah sudah
begitu menyakitkan, bahkan menjijikan ketika sang ibu memakan potongan
tersebut. Tunggu sampai Kim Ki-duk memberikan adegan itu berkali-kali dan
memberikan adegan kekerasan lain yang tak kalah menyakitkannya, sebut saja
salah satunya adalah bagaimana menjadikan rasa sakit sebagai media kenikmatan
seksual.
January 30, 2014
August: Osage County (2013)
August: Osage County mengisahkan tentang
Violet Weston (Meryl Streep) yang baru saja ditinggal suaminya Beverly Weston
(Sam Shepard) setelah bunuh diri. Dalam rangka pemakaman Beverly, seluruh
anggota keluarganya pun berkumpul dalam satu rumah. Mulai dari ketiga putri
tercintanya; Barbara (Julia Roberts), Karen (Juliette Lewis) dan Ivy (Julianne
Nicholson) hingga menantu, cucu, dan adiknya pun turut datang. Mulai dari
pertemuan keluarga itulah muncul percekcokkan antar keluarga yang diliputi
perdebatan besar.
Film ini
diadaptasi berdasarkan salah satu pementasan teater yang pernah mendapat
Pulitzer Award berjudul sama milik Tracy Letts, yang mana dia juga menjadi
penulis naskahnya disini. Sedangkan dibangku sutradara diisi oleh John Wells. August: Osage County memfokuskan
ceritanya pada sebuah keluarga besar yang “gila”. Namun ini bukan malah menjadi
sebuah sajian yang membosankan. Beruntungnya film ini ditulis oleh orang yang
tepat, yakni si pemiliknya sendiri: Tracy
Letts. August: Osage County punya
fondasi struktur cerita yang kuat sedari awal hingga akhir. Diawali dengan
sabar memperkenalkan karakter-karakternya, siapa ini siapa itu, memberikan satu
akar masalah yang mengharuskan semua anggota keluarga berkumpul. Dan kisah yang
sebenarnya pun dimulai.
Inside Llewyn Davis (2013)
“If
it was never new, and it never gets old, then it’s a folk song.” –
Llewyn Davis
Inside Llewyn Davis mengisahkan tentang
Llewyn Davis (Oscar Isaac) seorang penyanyi music folk yang baru saja ditinggal
mati partnernya karena bunuh diri. Keeksistensiannya pun dipertaruhkan ketika
dia tidak punya tempat tinggal dan harus tinggal dengan temannya Jean Barkey
(Carey Mulligan) dan berpindah-pindah ketempat lain. Untung dia masih punya
orang-orang yang mau berbaik hati kepadanya untuk melanjutkan karirnya, namun
saying itu tidak berjalan mulus karena sikap negatif Davis yang kadang
memutarbalikkan hasilnya.
Film ini
disutradarai oleh Coen Brothers: Joel Coen dan Ethan Coen yang juga sekaligus
menulisnya, ceritanya terinspirasi dari seorang penyanyi folk Dave Van Ronk.
Mengisahkan tentang sosok Llewyn Davis yang harus mempertahankan hidupnya dalam
artian berjuang untuk pekerjaannya. Bagaimana sosoko Llewyn Davis yang disini
digambarkan sebagai seorang yang sial, mulai dari kematian partnernya yang
bunuh diri, kehilangan pekerjaan, usaha-usaha yang berakhir nihil dan segudang
masalah-masalah lainnya. Namun sosok Llewyn Davis disini mampu berjuang
mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan memanfaatkan kesempatan dan
kemungkinan sekecil apapun agar bisa menjadi suatu yang lebih besar. Tidak
peduli berapa kali dia gagal, berapa kali dia tertimpa sial, dia tetap survive. Apalagi Llweyn Davis yang
disini untungnya masih memiliki sahabat-sahabat atau orang-orang yang ia kenal
atau bahkan tidak kenal sekalipun yang masih memiliki hati mulia yang bersedia
menolongnya. Sosok Llweyn Davis disini benar-benar diuji, mencoba menghilangkan
kebiasaan buruknya seperti sikap ambisius, ceroboh dan keras kepala. Ya, ini
seperti sebuah studi karakter. Dalam durasi satu setengah jam lebihnya, film
ini memang diselimuti tone sendu dengan sedikit bumbu komedi dalam dosis kecil.
January 29, 2014
Jackass Presents: Bad Grandpa (2013)
Jackass Presents: Bad Grandpa
mengisahkan tentang seorang kakek berjiwa muda bernama Irving Zisman (Johnny
Knoxville). Dia punya seorang anak perempuan, Kimmie (Georgina Cates), dan
seorang cucu, Billy (Jackson Nicoll). Sayangnya ibu dari Billy adalah seorang
yang tidak baik. Ibunya pun meminta kepada Irving untuk membawa Billy ke tempat
ayahnya, Chuck (Greg Harris) yang juga sialnya sama-sama seorang bapak yang
tidak baik. Irving dan Billy pun melakukan perjalanan menuju tempat bapaknya
Billy, selama perjalanan mereka berdua melakukan hal-hal gila.
Film ini
disutradarai oleh sutradara film Jackass sebelumnya
yakni Jeff Tremaine, sekaligus juga menulis screenplay-nya
bersama aktornya Johnny Knoxville dan Spike Jonze. Well, tahu dong Jackass?
Sekumpulan pria bangsat tak takut mati yang melakukan aksi stunt dan prank. Setelah Jackass: The Movie, Jackass: Number Two dan Jackass 3D, kali ini mereka kembali hadir lewat Jackass
Presents: Bad Grandpa. Namun ada dua perbedaan signifikan di film mereka
kali ini. Pertama, jika di film-film sebelumnya mereka melakukannya secara
bersama-sama, namun disini hanya akan ada Johnny Knoxville. Kedua, jika di
film-film sebelumnya mereka melakukan aksi gila hanya sebatas dokumenter biasa,
namun disini memiliki plot dengan cerita sederhana.
January 28, 2014
Short Term 12 (2013)
“It’s
impossible to worry about anything else when there’s blood coming out of you.”
– Grace
Short Term 12 mengisahkan tentang sebuah
tempat yang memfasilitasi anak-anak remaja yang mempunyai masalah, dengan
memiliki beberapa supervisor-nya
yakni Grace (Brie Larson), Mason (John Gallagher Jr.) dan seorang pria yang
tengah magang disana, Nate (Rami Malek). Yang mana di tempat ini salah dua
remajanya yakni Jayden (Kaitlyn Dever) dan Marcus (Keith Stanfield) memiliki
keperibadia yang sedikit berbeda dimana bisa saja mereka “meledak-ledak”.
Lantas bisakah Grace dan kawan-kawan memberikan sebuah lingkungan yang nyaman
bagi para remajanya.
Film ini
disutradarai oleh Destin Cretton sekaligus menulis screenplay-nya berdasarkan film pendeknya sendiri berjudul sama. Mengusung
tema coming-of-age, bagaimana
menceritakan sekumpulan anak-anak bermasalah yang dirawat agar menjadi lebih
baik. Memberikan kehangatan dan keceriaan dibalik masa lalu yang kelam dan
pedih. Short Term 12 bergerak dengan
santai dan tenang, mengalir dengan alami memberikan kita kedekatan terhadap
karakternya. Hadir tanpa adanya melodrama yang kelewat berlebihan, memberikan masalah-masalah
dengan tatanan yang pas diselipkan di atmosfernya yang hangat itu.
January 26, 2014
Stories We Tell (2012)
“When
you’re in the middle of a story, it isn’t a story at all but rather a
confusion, a dark roaring, a blindness, a wreckage of shattered glass and
splintered wood, like a house in a whirlwind or else a boat crushed by the
iceberg or swept over the rapids, and all abroad are powerless to stop it. It’s
only afterwards that it becomes anything like a story at all, when you’re
telling it to yourself or someone else.” – Michael Polley
Stories We Tell mengisahkan tentang
Sarah Polley yang telah kehilangan ibu
tercintanya, Diane Polley meninggal dunia ketika ia masih berumur 11 tahun
karena mengidap penyakit kanker. Sarah pun membuat sebuah dokumenter yang mana
itu meng-interview anggota keluargnya
lalu menceritakan kembali seperti apa ibunya, mulai terungkap satu per satu
informasi.
Film dokumenteri
ini disutradarai oleh Sarah Polley (Away
From Her, Take This Waltz) yang
juga sekaligus menulis naskah ceritanya.
Stories We Tell memfokuskan ceritanya pada masalah personal sang sutradara
sendiri. Yang mana ini menitik beratkan pada misteri dan rahasia keluarganya
khususnya ibunya sendiri. Memberikannya dengan data-data dan fakta-fakta yang
detil. Melakukannya dengan interview beberapa keluarganya; kakak, adik, ayah,
teman dekat ibunya, dll. Mereka memberikan perspektif sendiri-sendiri mengenai
mendiang ibu Sarah, menceritakan setiap kronologi dengan sabar. Menelusuri
ingatan manusia hanya untuk mencari sebuah kebenaran, ingin mengetahui
bagaimana dan seperti apa yang sebenarnya terjadi sebelum Sarah lahir karena
dia yang ditinggal mendiang ibunya ketika umur 11 tahun. Seiring waktu
berjalan, ini tidak lagi hanya sekedar mengenal ibu lebih jauh. Namun ini akan
lebih jauh bergerak pada kehidupan ibunya yang sangat personal, mulai dari situ
sedikit demi sedikit mulai terkuak rahasia yang selama ini dirahasiakan. Uniknya
saya merasa setiap interview itu bukan
hanya sekedar memberikan pendapat sendiri-sendiri, melainkan itu seperti saling
melengkapi kisah mereka satu sama lainnya.
Lone Survivor (2013)
“You
die for you country, I’m going live for mine.” – Axe
Lone Survivor mengisahkan tentang sebuah misi bernama Operation Red Wings yang dipimpin oleh Letnan Michael Murphy
(Taylor Kitsch) dengan membawa prajurit; Marcus Luttrell (Mark Wahlberg), Danny
Dietz (Emile Hirsch) dan Matthew Axelson (Eric Bana). Operation Red Wings adalah sebuah misi penagkapan Ahmad Shah, dia
adalah pimpinan kelompok Taliban yang sadis dan telah membunuh banyak jiwa.
Berhasilkah mereka?
Disutraadarai
oleh Peter Berg (The Kingdom, Hancock, Battleship) juga sekaligus bergerak sebagai penulis screenplay-nya mengadaptasi dari buku
berjudul sama karangan Marcus Luttrell berdasarkan kisah nyatanya mengenai
kegagalan Navy SEAL pada Operation Red
Wings tahun 2005. Well, setelah
Battleship yang luar biasa dicaci kritikus luar sana, Berg sepertinya sadar apa
kesalahannya. Sekarang lewat Lone Survivor dia akan membawa kita ke medan
perang. Jika membaca judulnya tentu kita sudah mengetahui arah ceritanya
bagaimana, apalagi ini diperjelas pada adegan pembukanya yang menampilkan Mark
Wahlberg yang sedang kritis. Dibuka dengan rekaman-rekaman asli latihan super
keras militer Amerika. Setelah itu memberukan ruang untuk kita mengenal
terlebih dahulu kwartet prajurit pemberani itu. Lalu tanpa basa-basi kita
langsung dibawa keatas bukit antah berantah di Afghanistan. Kita akan melihat
bagaimana taktik militer hingga sampai ke bagian action-nya yakni baku tembak jual beli peluru dalam dosis tinggi
dan ledakan bom dalam skala besar. Koregrafi action-nya begitu meyakinkan, intens dan menegangkan.
January 25, 2014
Blue Is the Warmest Color (2013)
Satu-satunya
alasan bahwa saya ingin menonton film ini adalah adanya fakta bahwa film ini
berhasil meraih Palme d’Or yakni film
terbaik di Cannes Film Festival 2013,
Blue Is the Warmest Color.
Blue Is the Warmest Color mengisahkan
tentang seorang gadis bernama Adèle (Adèle Exarchopoulos) seorang yang
polos terhadap cinta. Dia pun mencoba berpacaran dengan teman lelaki di
sekolahnya, Thomas (Jeremie Laheurte). Namun dia tidak merasakan suatu gejolak
cinta yang dalam. Sampai suatu hari Adèle pergi ke sebuah gay bar, disana dia
bertemu dengan seoran gadis tomboy bernama Emma (Léa Seydoux). Mereka berdua pun
semakin dekat dan akhirnya tumbuh rasa cinta diantara mereka.
Film yang
berjudul Perancis La Vie d’Adèle – Chapitres 1 & 2 ini
disutradarai oleh Abdellatif Kechiche yang juga sekaligus menulis screenplay-nya bersama Ghalia Lacroix
mengadaptasi dari novel grafik berjudul sama karangan Julie Maroh. Film
mengisahkan tentang perjalanan hitam putih hubungan percintaan sesama jenis
antara Adèle
dan Emma. Namun ini jauh dari sekedar kisah romansa, ini jauh lebih ke arah
kisah coming-of-age. Bagaimana
seorang gadis yang tengah tumbuh dewasa, mencari jati dirinya, dan merasakan pengalaman
kisah cinta serba pertama. Lalu disaat gadis ini sudah nyaman dengan kondisinya
sekarang terperangkap dalam gejolak cinta yang tidak semestinya, dia pun terjebak
dalam zona nyamannya sendiri yang justru itu memberikan sesuatu yang kompleks
nantinya. Blue Is the Warmest Color
memulainya dengan sabar, memberikan kita ruang untuk mengenal terlebih dahulu
sosok gadis cantik Adèle. Perlahan namun pasti dia mulai mengeluarkan taji
ceritanya. Arah kisah romansanya cukup gampang ditebak, yang mana faktor
kecemburuan menjadi penyebab masalah. Akhirnya muncul suatu permasalahan yang
emosional.
January 24, 2014
Saving Mr. Banks (2013)
“Disappointments
are to the soul what the thunderstorm is to the air.” – Travers
Saving Mr. Banks mengisahkan tentang Pamela
Lyndon Travers (Emma Thompson) seorang penulis yang salah satu karyanya adalah
Marry Poppins. Karyanya pun menarik perhatian seorang tokoh terkenal bernama
Walt Disney (Tom Hanks) untuk diadaptasi. Namun hal untuk mengadaptasinya
tidaklah mudah, selain bahwa sosok Travers yang menjengkelkan selama produksi,
ternyata karyanya itu menyimpan banyak kisah-kisah masa kecil yang begitu
personal.
Disutradarai
oleh John Lee Hancock (yang dikenal lewat The
Blind Side (2009)). Screenplay-nya
ditulis berdua oleh Kelly Marcell dan Sue Smith. Saving Mr. Banks mengisahkan tentang bagaimana proses dibalik
layarnya dalam produksi pembuatan Mary Poppins milik P. L. Travers. Well, mereka membagi cerita Saving Mr. Banks dalam dua masa, yakni pada
masa Travers memproduksi Mary Poppins dan pada masa kecil Travers. Dua masa
saling bergantian memberikan ceritanya dalam porsi yang seimbang yang mana saling
mendukung terhadap kelanjutan cerita di satu sisi. Khususnya pada masa depan
dimana Travers bernostalgia dan merenungi masa lalu kecilnya itu, masuk kedalam
kenangan masa lalu yang menciptakan tali emosional. Namun harus diakui di
beberapa bagian transisi atau perpindahan antara masa depan dan masa lalunya
terasa kasar. Dan jujur saya baru sadar bahwa Saving Mr. Banks punya dua cerita; masa depan dan masa lalu setelah
satu jam berlangsung. Awalnya saya kira ini memang sama-sama dua cerita di masa
depan namun di tempat yang berbeda.
January 23, 2014
The Broken Circle Breakdown (2012)
“Life
is not generous.” - Elise
The Broken Circle Breakdown mengisahkan
tentang sepasang suami istri; Didier Bontinck (Johan Heldenbergh) seorang
pemain banjo dalam sebuah grup band dan Elise Vandelvelde (Veerle Baetens)
seorang tukang tato. Mereka mempunyai anak perempuan bernama Maybelle (Nell
Cattrysse), yang suatu hari diketahui telah mengidap kanker dan harus menjalani
kemoterapi. Namun naas, Maybelle menghembuskan nafas terakhirnya. Mereka berdua
pun harus menjalani kehidupan sehari-hari dibawah baying-bayang kelam kematian
mendiang putri mereka.
Ditulis oleh
Felix Van Groningen yang juga bertindak sebagai sutradaranya bersama Carl Joos,
berdasarkan drama panggung yang ditulis Johan Heldenbergh dan Mieke Dobbets. Memberikan kisah mengenai
hitam putihnya sebuah hubungan percintaan suami istri. Mengupas habis tetek
bengek kehidupan rumah tangga dengan segala problematika seperti masalah anak,
pertengkaran, beda persepsi dll. Alur cerita The Broken Circle Breakdown bergerak dengan non-linear. Yakni bergerak maju mundur, melompat-lompat dari satu
masa ke masa. Yang mana itu menariknya berjalan silih bergantian antara
atmosfer bahagia dan sedih. Emosi penonton akan dibuat naik turun dengan tone ceritanya yang selang-seling itu,
mampu mengontrol emosi penontonnya dengan baik. Punya momen-momen emosional
yang mempermainkan perasaan. Uniknya kita tidak perlu membangun emosi kembali
ketika dihadapkan pada situasi yang emosional karena adanya perubahan tone ceritanya itu, ya karena sedari
awal kita memang sudah terikat dengan ceritanya. Selain mengenai hubungan drama
dan romansa kehidupan mereka. The Broken
Circle Breakdown Sesekali juga ceritanya merembet ke ranah agama dan
politik, di menjelang akhir ceritanya tepatnya.
Blue Jasmine (2013)
“Anxiety,
nightmares and a nervous breakdown, there’s only so many traumas a person can
withstand until they take to the streets and start screaming.” –
Jasmine
Blue Jasmine mengisahkan tentang
Jeanette “Jasmine” Francis (Cate Blanchett) seorang wanita yang telah ditinggal
suaminya yang kaya raya karena suatu kasus, Hal (Alec Baldwin). Meninggalkan
Jasmine dengan tanpa rumah dan uang. Jasmine pun tinggal sementara dengan
saudarinya, Ginger (Sally Hawkins). Mulai saat itulah Jasmine mencoba untuk move on dari keterpurukan masa lalunya
yang kelam itu. Dia mencoba untuk mencari pekerjaan dan pasangan hidup baru.
Film ini
disutradarai oleh seorang sutradara yang begitu produktif yang mana hampir
setiap setiap tahun selalu menelurkan film, namun karya-karyanya naik turun
secara kualitas, ya Woody Allen. Di Blue
Jasmine juga sekaligus bertindak menulis screenplay-nya. Tidak ada sesuatu yang baru dari film teranyar
Allen ini, masih mengusung beberapa pakemnya seperti di filmnya sebelumnya. Tapi
Allen berhasil mengelola materi yang sederhana itu dengan baik. Memfokuskan
ceritanya terhadap karakter Jasmine melalui studi karakter darinya yang tengah move on dari kerapuhan. Mengusung cerita
yang sederhana namun efektif menghasilkan masalah-masalah kecil kompleks. Punya
warna cerita yang ceria namun juga depresif disaat bersamaan. Alur ceritanya bergerak
maju mundur, dengan beberapa flashback
yang berpadu serasi silih berganti dengan kejadian masa kininya. Bagian-bagain
dramanya yang dibumbui komedi dengan pas, tanpa harus terlihat tumpang tindih
dan jatuh terlalu jauh ke zona komedi. Punya dereten dialog-dialog cerdas yang kuat,
mulai dari perdebatan hinggan selipan komedinya.
January 22, 2014
Blackfish (2013)
“They’re
not your whales. They own them!”
Blackfish memfokuskan ceritanya pada
seekor ikan paus atau killer whale
atau orca bernama Tilikium. Tilikium adalah salah satu orca yang menjadi artis
petunjukan dia SeaWorld. Yang mana suatu hari muncul kabar bahwa Tilikium telah
menyebabkan kematian yang merenggut nyawa dari pelatihnya sendiri bernama Dawn
Brancheau. Insiden ini pun memunculkan dua argumen berbeda mengenai penyebab
dari peristiwa tersebut. Yang manakah yang benar diantara dua argumen itu?
Disutradarai
oleh Gabriela Cowperthwaite dengan naskahnya ditulis bertiga bersamanya Eli
Depres dan Tim Zimmermann. Blackfish
adalah sebuah film dokumenter yang menitikkan pada persoalan abu-abu killer whale atau orca. Bagaimana dokumenter ini membongkar rahasia-rahasia
yang selama ini ditutupi dibalik praktik pertunjukan manisnya. Bagaimana
dimulai dari proses penangkapannya di laut lepas ribuan kilometer sana yang
keji sampai pada proses training
untuk dilatih beberapa trik-trik gerakan agar bisa menghibur para penontonnya.
Bahkan kerap kali orca diperlakukan dengan keras hingga tidak diberi makan
sebagai sebuah bentuk hukuman karena mereka yang memberi performa buruk.
Dibalik kelihatan luarnya yang memang bersahabat dan lucu, orca ternyata bisa
merenggut nyawa manusia. Orca diketahui adalah hewan bersahabat dan sensitif,
dia dapat sewaktu-waktu merasa bosan, frustasi, sedih hingga marah. Sejumlah
kasus menyebutkan bahwa orca-orca ini menyerang manusia karena mereka yang
berubah buas. Namun ada juga yang menyebutkan bahwa kasus ini terjadi murni
karena kecelakaan si trainernya saja, bukanlah salah orca.
January 21, 2014
Her (2013)
Karena hubungan
cinta antara manusia dan manusai sudah terlalu mainstream. Maka Spike Jonze mencoba menghadirkan kisah cinta
berbeda antara manusia dan sistem operasi komputer lewat film terbarunya Her.
Her mengisahkan tentang Theodore Twombly
(Joaquin Phoenix) seorang pria kesepian yang bekerja sebagai penulis surat.
Suatu hari dia membeli sebuah operating system
yang intelegensi artifisial yang memang dirancang agar dapat berinteraksi
dengan manusia. Theodore pun mendapatkan sebuah OS seorang wanita bernama Samantha
(Scarlett Johansson). Dia tidak lagi kesepian, hari-harinya ditemani oleh suara
Samantha, dan mulai tumbuh perasaan diantara mereka sampai akhirnya menjalin
sebuah hubungan cinta yang unik.
Disutradarai
oleh Spike Jonze (Being John Malkovich,
Adaptation, Where the Wild Things Are) dan tidak seperti di film-filmnya
sebelumnya, yang mana filmnya selalu dibantu oleh penulis cerdas Charlie
Kaufman dalam hal screenplay. Kali
ini dia menulisnya sendiri, dan jika melihat hasil akhir dari Her, sepertinya dia telah belajar banyak
dari sesepuhnya itu. Satu kata yang pantas disematkan kepada Her adalah brilian. Di film keempatnya
ini, Spike Jonze menghadirkan kisah cinta yang berpadu dengan unsur science-fiction. Bagaimana hubungan
romansa yang awkward antara seorang
manusia dan operating system. Ini tidak hanya brilian, namun juga unik. Sedari
awal Her memang sudah memperlihatkan
tajinya bahwa film ini akan menjadi film romance
yang superb dan loveable. Punya banyak momen dan dialog yang manis dan romantis.
Ini adalah suatu contoh film romansa yang bagus tanpa harus menghadirkan
deretan adegan erotis. Dengan hanya bermodalkan fondasi cerita yang kokoh dan
dialog yang kuat, maka Her dengan
mudahnya menjelma menjadi sebuah romansa yang begitu membuai.
January 20, 2014
Dallas Buyers Club (2013)
“Watch
what you eat and who you eat.” – Ron Woodroof
Dallas Buyers Club mengisahkan tentang
Ron Woodroof (Matthey McConaughey) seorang ahli listrik sekaligus cowboy rodeo
yang suatu hari dia divonis positif mengidap AIDS oleh dua orang dokter; Dr.
Sevard (Michael O’Neill) dan Dr. Eve Saks (Jennifer Garner), dan hidupnya hanya
bertahan 30 hari lagi. Dia pun melakukan penelitian kecil sendiri, dan
mengetahui bahwa obat bernama AZT dapat menambah kemungkinan hidupnya. Namun
obat itu masih illegal, dia pun berusaha mencari sendiri obat tersebut. Bersama
dengan rekannya Rayon (Jared Leto), Woodroof memutuskan untuk
memperjual-belikan AZT dan obat-obat bagi para pengidap AIDS lainnya secara
rahasia dengan membentuk sebuah klub bernama Dallas Buyers Club.
Dengan Jean-Marc
Vallée
sebagai sutradaranya sedangkan screenplay-nya
ditulis oleh Craig Borten dan Melisa Wallack berdasarkan kisah nyata dari
seorang Ron Woodroof yang berjuang mempertahankan hidupnya. Memulai dua pertiga
filmnya dengan kisah survival
terhadap penyakitnya. Bagimana saat dia pertama kali divonis positif AIDS dan
hidupnya tinggal 30 hari lagi, lalu dengan sikap egoisnya dia merasa tidak ada
yang bisa mengambil nyawanya. Juga bagaimana ketika Woodroof yang mencari obat
untuk penyakitnya itu sendiri tanpa lewat media rumah sakit. That’s interesting. Tapi yang paling
menarik bagi saya adalah bagian ketika sosok Woodroof yang disini dikucilkan dan
dihina teman-temannya. Sebenarnya pada bagian ini punya potensi untuk membuat
sesuatu yang simpatik dan emosional lalu muncul ledakan emosi dipenghujung
ceritanya yang bikin ini film ciamik punya. Tapi Dallas Buyers Club tidak ada
itu, harus diakui saya tidak terlalu bersimpatik terhadap tokoh Woodroof
disini.
January 19, 2014
The Wolf of Wall Street (2013)
“The
easiest way to make money is create something of such value that every body
wants and go out and give and create value, the money comes automatically.”
The Wolf of Wall Street mengisahkan
tentang Jordan Belford (Leonardo DiCaprio) seorang pialang saham kaya berekihdupan
mewah yang pada suatu hari akibat sebuah peristiwa saham, tempat dia bekerja
bangkrut. Dia pun bangkit dan bergabung ke perusahaan baru, bersama Donni Azoff
(Jonah Hill) dan beberapa orang lain. Mereka pun menuai kesuksesan hingga
Jordan mendapatkan seorang wanita cantik yang dinikahinya bernama Naomi
Lapaglia (Margot Robbie). Namun salah satu agen FBI, Patrick Denham (Kyle
Chandler), mencium adanya keanehan di perusahaan Jordan tersebut.
Disutradarai
oleh Martin Scorsese dengan screenplay-nya
ditulis ulang oleh Terence Winter berdasarkan memoir berjudul sama karangan Jordan
Belfort sendiri. Well, film yang
menandai kolaborasi kelima Scorsese dan Leonardo DiCaprio ini lebih mengisahkan
tentang kehidupan hedonisme seorang Jordan Belford. The Wolf of Wall Street berjalan dengan alur dan tempo yang cukup
cepat dan asyik serta dengan pergerakan ceritanya yang dinamis, namun
lama-kelamaan mulai terasa cukup melelahkan hingga durasinya yang mencapai 3
jam itu. Film ini punya banyak dialog-dialog cerdas seputar masalah keuangan,
saham dan perusahaannya, di beberapa bagian menghadirkan tips-tips bisnis.
Namun disisi lain film yang punya rating R ini juga punya banyak dialog-dialog
kasar dan jorok, penuh dengan sumpah serapah dan kalimat vulgar. Ya alhasil
film ini banyak dilarang penayangannya di beberapa negara karena banyak
mengandung adegan-adegan yang melibatkan konten seksual, nudity, pemakaian drugs dan bahasa kasarnya. Trivia: film ini
menggunakan kata f*ck sampai 569
kali.
January 18, 2014
The Secret Life of Walter Mitty (2013)
“TO
SEE THE WORLD, THINGS DANGEROUS TO COME TO, TO SEE BEHIND WALLS, TO DRAW
CLOSER, TO FIND EACH OTHER AND TO FEEL. THAT IS THE PURPOSE OF LIFE.”
The Secret Life of Walter Mitty
mengisahkan tentang Walter Mitty (Ben Stiller) seorang pekerja di sebuah majalah
bernama LIFE. Tugasnya adalah menyusun foto-foto untuk cover majalah. Suatu
hari sebuah klise foto penting bernomor 25 tiba-tiba hilang. Yang semestinya
foto tersebut harus dimuat di cover majalah LIFE edisi terakhir. Walter pun
berusaha untuk menemukan klise foto tersebut sampai harus membahayakan
keselamatan dirinya.
Film ini
disutradarai sendiri oleh pemeran utamanya Ben Stiller. Dengan screenplay-nya ditulis oleh Steve Conrad
berdasarkan cerita pendek berjudul sama karangan James Thurber. Well, kalau boleh saya bilang The Secret Life of Walter Mitty adalah
sebuah film dengan multi genre.
Selain drama, film ini juga dibalut komedi, romansa, fantasi, adventure bahkan action (sedikit). Drama, mungkin sisi inilah yang paling dominan.
Bagaimana tokoh Walter disini dihadapkan dengan masalah-masalah kompleks.
Dihadapkan dalam posisi harus mengambil resiko, walau sekalipun itu dapat
membahayakan nyawanya. Bagaimana sikap pantang menyerah sebelum mendapatkan apa
yang ia inginkan. Terus berjuang mewujudkan mimpi-mimpinya, tidak hanya duduk
diam berangan-angan semata. Tampak dari bungkusnya The Secret Life of Walter Mitty memang nampak seperti film yang
begitu inspiratif, berisi banyak momen dan kata-kata motivatif.
January 16, 2014
American Hustle (2013)
David O.
Russell, sutradara yang sukses membawa dua filmnya; The Fighter dan Silver Linings Playbook berjaya di ajang Oscar. Kini, dengan membawa alumni dari
dua filmnya itu ke American Hustle,
apakah juga akan berjaya di Oscar?
American Hustle mengisahkan tentang
Irving Rosenfeld (Christian Bale) seorang penipu handal yang mempunyai partner
sekaligus kekasihnya dengan wanita cantik bernama Sydney Prosser (Amy Adams), namun
disisi lain Irving juga tengah bermasalah dengan istri terdahulunya, Rosalyn
Rosenfeld (Jennifer Lawrence). Sampai suatu hari mereka ditangkap oleh agen
FBI, Richard DiMaso (Bradley Cooper). Namun bukannya ditahan, mereka justru
diminta oleh Richie untul membantunya menangkap para penipu yang lain, salah
satunya adalah seorang walikota bernama Carmine Polito (Jeremy Renner).
Film ini screenplay-nya juga ditulis oleh David
O. Russell, ditulisnya bersama Eric Warren Singer berdasarkan operasi ABSCAM
oleh FBI akhir tahun 70an hingga awal 80an. Mengangkat kisah nyata kriminal
yang dibalut sentuhan drama dan komedi, namun beberapa nama karakter disini
diganti tidak sesuai dengan aslinya. Alur dan tempo ceritanya berjalan dengan
asyik dan cukup cepat, dengan beberapa kali flashback.
Membentuk struktur cerita dengan fondasi yang kuat, tanpa harus memberikan
penontonnya sebuah emosinalitas dan kompleksitas cerita yang berlebihan. Dan
seperti halnya film crime kebanyakan,
American Hustle juga akan lebih
banyak diisi oleh isu-isu politik seperti tipu muslihat, korupsi, konspirasi,
pengkianatan dll. Hadir dengan twist
menghadirkan belokan-belokan cerita yang mengejutkan. Film ini tidak seserius
yang terlihat diatas kertas. American
Hustle juga punya sisi romance-nya,
yang mana disini ada cinta segitiga antara Irving, Sydney, dan Rosalyn. Juga
film yang awalnya mempunyai judul American
Bullshit ini punya kadar komedi yang berhasil mengundang gelak tawa, baik
itu dari komedi situasi ataupun dari dialognya.
January 15, 2014
Only God Forgives (2013)
“Time
to meet the devil”
Only God Forgives mengisahkan tentang Julian
(Ryan Gosling) seorang warga Amerika yang pindah ke Thailand lalu mengurus
sebuah boxing club sekaligus tempat
penyelundupan narkoba. Suatu hari dia mendapat kabar bahwa kakaknya, Billy (Tom
Burke) telah tewas dibunuh. Kabar itu sampai ke teliga ibu mereka, Crystal
(Kristin Scott Thomas), dia pun mencari pelaku pembunuhan tersebut dan mencoba melakukan
balas dendam. Namun rencana itu tidak berjalan lancer, karena ada seorang polisi
misterius bernama Chang (Vithaya Pansringarm) yang telah mengusut kasus ini.
Jika ditanya,
film apa yang paling underrated tahun
lalu? Only God Forgives. Film apa
yang paling membagi dua kubu penontonnya? Only
God Forgives. Film yang menandai kolaborasi kedua sutradara Nicholas
Winding-Refn dan actor Ryan Gosling setelah Drive (2011) ini banyak mendapat reaksi
negatif dari kritikus luar sana. Namun disisi lain juga mendapat pujian,
terlebih lagi ketika Cannes tahun lalu, yang mana ketika film diputar mendapatkan
dua reaksi, pertama, cemoohan; kedua, tepuk tangan meriah. Dan jujur saya
termasuk pada kubu yang menyukainya. Well,
naskahnya yang juga ditulis Winding-Refn ini berjalan dengan alur dan tempo yang
lambat ditambah lagi dengan minimnya dialog. Yang saya paling saya sukai dari
film ini adalah film ini surreal, arthouse, atau apalah itu namanya, pokoknya
film ini nyeni banget. Dibalik tutur ceritanya yang mungkin bagi kritikus luar
sana kosong itu ternyata film ini lebih berisi dan punya simbolisme tentang
hubungan manusia dan tuhan yang dalam.
Subscribe to:
Posts (Atom)